Kamis, 19 Mei 2011

To My Dearest Mom..

To My Dearest Mom,
Surat ini kurangkai dengan butiran air mata cintaku untukmu. Lidahku tak bisa melafalkan kata-kata cinta terbaik dan terindah untuk ibu. Aku hanya mampu merangkaikan kata-kata, dengan harapan ibu sama sekali tidak membacanya. Aku hanya ingin menuangkan semua ini, dan ibu merasakan dari batin ibu karena ikatan kita sangat kuat.
Ucapan syukur yang tiada henti-hentinya ingin kusampaikan pada Allah . Maha Besar Penciptaku yang  telah menitipkanku di rahim seorang wanita dahsyat dam mengizinkanku dibesarkan dengan tangan lembut seorang ibu seperti ibuku. Sungguh, hanya Pada-Mu Tuhan kuhaturkan rasa syukur ini.
Saat tangis pertamaku memecah ketegangan malam itu, kutahu, ada seorang wanita yang tersenyum dan bersuka cita menahan sakit tubuh yang bertaruh hidup dan mati.  Ia melihat orok kecil yang tak bisa apa-apa di hadapannya dan membelai lembut kulit tipis dan tubuh mungilnya.
Ia membesarkan raga tak berdaya itu, di tengah kesibukannya, di tengah kebutuhannya, ia mendahulukan hidupku. Ia melindungiku, dan berusaha membesarkanku dengan perhatiannya, ar matanya, serta pelukan yang mendorong tumbuh kembangku, member warna di hidupku.
Sesaat,ku tahu ia menyadari, aku bukanlah lagi bayi dalam dekapan tangannya, seorang anak yang bermain dalam pengawasannya dan tidur dalam pelukannya. Aku beranjak dewasa. Aku tidak lagi anak kecil yang dikejar sang ibu untuk makan, dibantu dalam membuat PR, dan dicubit apabila melakukan kesalahan.
Aku pun lebih akrab bermain dengan teman sebayaku, menghabiskan banyak waktuku di sekolah. Ia  lebih banyak mengetahuiku tentangku dari wali kelasku. Hingga pada suatu hari, segala hal buruk berkecamuk di otakku. Saat ia memaksaku untuk bersekolah di asrama. Hal yang secara otomatis terlintas di benakku adalah, “IBU AKAN MENCAMPAKKANKU DAN TAK MENGINGINKANKU SERTA INGIN MENJAUHIKU
Aku menangis sejadi-jadinya. Dengan wajah tegarnya, ibu tetap saja memaksakku dan berusaha tersenyum. Kujalani juga meski dengan isak tangis di dalamnya. Ia seakan tak ingin mendengarkan jeritanku. Tanpa sadar aku kembali ke rumah setelah tiga tahun terpisah darinya.
Keadaan berubah. Aku cemburu. Sangat cemburu. Ingin kukatakan langsung padamu ibu, tapi aku takut. Hatimu lembut dan suci. Tak sanggup aku melihat air matamu, meski kuakui, berlian itu sangat sering jatuh dari pelupuk matamu karenaku. Aku terkadang geram, mendengarkan serangkaian puji kebanggaan yang ia lontarkan untuk adikku. Apapun prestasi yang diraihnya, sekecil apapun, ibu selalu membanggakan segalanya. Aku merasa terpuruk. 
Saat aku pulang dengan wajah sumringah, senyum mengoda tak sabar ingin kusuguhkan untuknya. Aku mendekatinya, dan menceritakan dengan berapi-api. 'selamat'. Itu jawabannya. Aku berusaha meyakini bahwa ia tak bermaksud demikian. Ia wanita karier yang sangat sibuk. Tapi hari demi hari, kupingku panas mendengarkan semua kebaikan yang ia sebutkan dari adikku. Aku merasa aku hanyalah sesosok dari sampah masyarakat yang tertimbun di timbunan paling bawah. Padahal, mau tak mau kuakui, aku jauh memiliki banyak prestasi dibanding adikku. Aku lebih ceria dari adikku. Tapi..
Aku mencoba menjadi adikku,ibu. Aku ingin menarik perhatiannya. Tapi tetap saja. Ia belum menghiraukanku dan menjadikan sahabatnya. Malah membuatku semakin berjarak dengannya. Pernah sesekali aku tanya padanya mengapa ia begitu membanggakan adikku. Ia hanya menjawab,"Kau tak setegar adikmu" Hanya itu jawaban ibu. Dan tak membuatku percaya dan semakin hancur.
Ibu, aku tak kuasa saat melihat air matamu. Aku juga tak kuasa menyaksikan tatap kecewamu padaku. Dan aku sungguh takut hati ini saat cinta itu padam darimu ibu.
Aku tak mau kehilanganmu,bu! Sepanjang malam,dengan iringan dzikir, aku bergumam, Aku ingin meninggalkan ibu lebih dulu, aku takut hidupku hanya beban bagi ibu. Aku tak ingin air mata mengiringi hidupmu karenaku bu. Apa yang bisa menebus semua dosaku ini bu?
Suatu hari nanti,bu, ini tekadku. Aku mungkin tak bisa membahagiakan ibu seperti yang ibu inginkan. Itu sekarang bu. Suatu hari nanti, akan kuputar semuanya, dan menunjukkan aku bisa membahagiakan ibu. Aku berjanji bu, akan kutukar peluh yang menetes, air mata ibu, dengan kebanggaan yang tak bisa ibu diperoleh ibu manapun. Itu azzamku bu. Aku hanya butuh ridho dan keikhlasanmu,bu! 

*Ibu, kuharap kau tidak menyaksikan apa yang kutulis*



6 komentar:

  1. be patient dear hidup itu akan slalu berputar ada kalanya kamu akan merasakan ke bahagiaan,trust me!

    BalasHapus
  2. blognya sdikit nice nek..
    bisa ditiru nih...
    hahaha

    BalasHapus
  3. hahaha...oke kek...silahkansilahkan!

    BalasHapus
  4. eh, ndak jdi tiru do, ndak ancak do...

    BalasHapus
  5. hahaha...dimaklumi ada yang iri... :p

    BalasHapus